OHD Museum: Seni di Bekas Gudang Tembakau
Jelajah sejarah seni rupa Indonesia dalam museum pribadi salah satu kolektor Indonesia paling dikenal.
Tak jauh dari alun-alun dan area pecinan Kota Magelang yang hiruk-pikuk, ada bangunan hitam dengan instalasi berbahan besi yang memenuhi fasadnya. Karya perupa Entang Wiharso yang berjudul Dreaming Machine (2011-12) itu menjadi pembuka kunjungan ke OHD Museum, yang dinamai sesuai nama pemiliknya, kolektor seni Ong Hong Djien.
Museum ini dibangun di bekas sebuah gudang tembakau yang disulap firma arsitektur asal Jakarta d-associates menjadi area yang kontemplatif dan teduh, mempersiapkan pengunjung untuk menikmati karya seni di ruang pamer.
Dari fasadnya yang membentuk sebuah statement, pengunjung diajak memasuki lorong beton yang diselingi celah tempat masuknya cahaya. Seperti area transformasi dari suasana kota yang ramai, menuju area museum yang tenang.
Di ujung lorong, ada pekarangan berlantai beton. Beberapa kotak beton diisi karya komisi oleh perupa kontemporer Indonesia. Arsitektur asli bangunan dari era Belanda dipertahankan di sayap kanan museum, yang difungsikan sebagai loket tiket dan toko suvenir.
Area pamer berada di sayap kiri bangunan, bernuansa abu dan hitam. Tegel asli bangunan dipertahankan, namun diberi aksen menarik – semacam terangkat sebagian oleh kail besi besar. Secara keseluruhan, area OHD Museum terawat dengan sangat baik, meski sudah memasuki usia 24 tahun sejak dibuka untuk publik pada 1997.
Saat berkunjung di awal Juni 2021, pameran yang sedang berlangsung berjudul “Fragments of Modern Indonesian Art History”, menampilkan 97 karya dari 81 perupa Indonesia. Kata “modern” dalam konteks ini mencakup pula era kontemporer di Indonesia, dengan perupa paling senior yang ditampilkan adalah Affandi, yang termuda Agung “Agugn” Prabowo yang lahir pada 1985. Aspirasi pameran ini menampilkan sebagian dari koleksi OHD, yang konon berjumlah 2000-an karya, dengan perwakilan dari setiap era dalam sejarah seni rupa Indonesia.
Bagian pameran dengan karya yang paling menonjol adalah era Reformasi. Periode penuh gejolak politik di Indonesia ini menampilkan di antaranya karya-karya berukuran besar dari I Nyoman Masriadi, Entang Wiharso, dan Nasirun – beberapa perupa yang kemudian menjadi nama-nama yang paling sukses dari Indonesia di pasar seni internasional.
Di lantai dua pameran, ada karya-karya perupa perempuan Indonesia (yang dicatat hanya ada 9 di antara 81), termasuk Arahmaiani, I GAK Murniasih dan Ay Tjoe Christine. Di lantai dasar, ada instalasi dari perupa muda Bunga Jeruk.
Menjelajahi ruang pamer OHD Museum seperti menonton slideshow sejarah seni rupa Indonesia. Terlepas dari kontroversi seputar keaslian beberapa karya dalam koleksinya, perlu diakui OHD memiliki karya-karya yang mewakili pergerakan seni di dalam negeri. Pilihan perupanya juga representatif – dari era maestro seperti Affandi, hingga karya-karya abstrak Handiwirman Saputra. Sayangnya, tiap karya tidak dilengkapi info lengkap tentang cerita di baliknya. Namun tentu saja, perkembangan kuratorial seperti itu membutuhkan sumber daya yang besar.
Selepas mengitari ruang pamer yang memberikan stimulasi visual yang padat, pengunjung bisa ngaso sejenak di ruang duduk sambil menikmati minuman kemasan yang termasuk dalam bea tiket. Ruangan ini dihiasi mural dinding karya Eko Nugroho, dan gambar guntingan OHD seukuran asli yang berpose di sebelah sosok Angelina Jolie, sebuah parodi Mr. dan Mrs. Smith.
Dan kamipun kembali menyusuri lorong, yang kali ini menjadi transformasi kembali ke lingkungan kota Magelang yang hari itu terik.
- Alamat: Jl. Jenggolo No.14, Kemirirejo, Kota Magelang, Jawa Tengah
- Jam buka: Setiap hari, kecuali Selasa, 10:00-16:00
- Tiket: Rp50.000 (dewasa), Rp25.000 (pelajar)