Skip links

Sop Senerek Pak Parto: Kuliner di Area Ziarah

Warung populer di Magelang, berlokasi di lapangan parkir area ziarah Bukit Tidar.

Deretan meja dan bangku kayu penuh, diisi beragam orang yang sedang khusyuk menunduk di atas semangkuk sup. Suara seruputan terdengar di mana-mana. Aroma kaldu menggantung di rumah makan yang interiornya khas warung di kawasan Pantura – cat mengilap, meja kursi kayu, nama warung dan foto hidangan yang terpampang di spanduk, tak ketinggalan dinding yang dipenuhi kalender dari berbagai toko emas dan besi.

Sop Senerek Pak Parto adalah legenda kuliner kota Magelang. Ketik saja “sop senerek” di Google, maka yang muncul adalah nama dan alamat warung ini. Lokasinya di dalam parkiran bus area ziarah Gunung Tidar, dan eksistensinya sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan ziarah berbagai bus pariwisata yang hampir setiap hari berdatangan. 

Sop Senerek Pak Parto
Warung ini sudah menjadi bagian dari pengalaman ziarah ke Bukit Tidar.

Tidak ada karyawan warung yang menyapa, apalagi mengantarkan tamu ke meja. Semua sibuk menyiapkan dan mengantarkan bermangkuk-mangkuk sup, piring-piring nasi dan gorengan tempe panas. Tipe warung yang melayani pelanggan, warlok, atau “yang tahu-tahu saja.” Saya memesan makanan di area persiapan sup, sambil menonton sup disiapkan. Di sebelahnya, ada sayur-mayur untuk menu pecel, juga berbagai lauk standar nasi rames.

Wortel, bayam dan kacang merah ditata dalam mangkuk, menyusul irisan daging yang dipotong sesuai pesanan – daging saja, daging dengan lemak dan urat, atau daging campur jeroan. Terakhir, mangkuk disiram kaldu daging panas kemudian ditaburi bawang goreng. Selain memilih daging, tamu juga bisa memilih: nasi dicampur, atau dipisah. Proses ini memakan waktu kurang dari lima menit, dilayani tangan yang bekerja dan mulut yang bertanya sambil berkoordinasi dengan rekan sekerja. 

Sop Senerek, pecel sayur, dan tempe goreng tepung. (Foto: Melek Huruf)

Sup kemudian diantar ke meja, bersama sepiring tempe goreng tepung. Di meja sudah tersedia kecap manis, sambal, dan kaleng kerupuk. Seseruput kuah sup pertama rasanya gurih, berempah dan agak manis. Sayur dan daging yang disimpan terpisah dari kuah menjaga teksturnya tak lembek. Dalam istilah Jawa Tengah, citarasa sup bening seperti ini disebut “seger.” Kuah bening sup membuka banyak peluang untuk rasa dan tekstur lain: kecap manis dan sedikit sambal di kuah, tempe goreng tepung yang dicelup ke kuah sebelum disantap bersama nasi, kerupuk yang digigit setelah seseruput kuah…

Sensasi di lidah ditemani lagu-lagu berbagai genre – dari dangdut koplo sampai evergreen khas Indonesia – yang diputar supir bus sambil menunggu penumpang yang sedang ziarah atau makan sup. Selain menu sup, pecel di warung ini juga patut dicoba. Rebusan bayam, kol dan tauge disiram kuah kacang encer. Kalau datang berdua seperti kami, Anda bisa berbagi semangkuk sup panas dan sepiring pecel, diselingi tegukan teh hitam yang legit khas Jawa Tengah. Tagihan untuk dua orang, sudah termasuk gorengan dan kerupuk, sekitar Rp50 ribu. 

Dekorasi khas warung Pantura. (Foto: Melek Huruf)

Pengalaman makan di sini – dari mulai pesan hingga membayar – berlangsung dalam waktu setengah jam saja. Tamu memang harus mafhum, karena hampir di sepanjang waktu operasional warung (07.00 – 16.00), warung ini penuh. Tak jarang ada tamu yang sudah menunggu giliran makan di samping meja. Tapi secepat apapun suapanmu, tak akan secepat tangan-tangan karyawan warung yang seakan tak kenal lelah.

Panduan Berkunjung:

  • Alamat: Jl. Jend. Sudirman, Magersari, Kec. Magelang Sel., Kota Magelang, Jawa Tengah 59214. Google Maps
  • Jam buka: Senin-Minggu, 06.00-14.00
  • Bujet: Rp50.000-60.000 untuk 2 orang

Leave a comment

This website uses cookies to improve your web experience.